Jumat, 19 Maret 2010

ASKEP KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS









I. PENGERTIAN
• Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
• Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
• Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

II. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.


III. ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
IV. TANDA DAN GEJALA
A. Tanda
Gagal nafas total
• Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
• Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
• Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
• Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
• Ada retraksi dada
B. Gejala
• Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
• Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
• Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
• Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
• EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
VI. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
1. Airway
• Peningkatan sekresi pernapasan
• Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
• Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
• Menggunakan otot aksesori pernapasan
• Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
• Papiledema
• Penurunan haluaran urine
VII. PENTALAKSANAAN MEDIS
• Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
• Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
• Inhalasi nebuliser
• Fisioterapi dada
• Pemantauan hemodinamik/jantung
• Pengobatan
Brokodilator
Steroid
• Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
• Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
• Adanya penurunan dispneu
• Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
• Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
• Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
• Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
• Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
• Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
• Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
• Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
• Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
• Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
• Bunyi paru bersih
• Warna kulit normal
• Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
• Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
• Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
• Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
• Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
• Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
• Pantau irama jantung
• Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
• Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
• Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
• TTV normal
• Balance cairan dalam batas normal
• Tidak terjadi edema
Intervensi :
• Timbang BB tiap hari
• Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
• Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
• Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
• Monitor parameter hemodinamik
• Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit


4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
• Status hemodinamik dalam bata normal
• TTV normal
Intervensi :
• Kaji tingkat kesadaran
• Kaji penurunan perfusi jaringan
• Kaji status hemodinamik
• Kaji irama EKG
• Kaji sistem gastrointestinal



Daftar pustaka

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.




PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN

macam-macam teori belajar dan penjelasannya






1. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan umpan balik.

4. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.

Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).

Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.




PENDEKATAN MASALAH GIZI

PENDEKATAN MASALAH GIZI





Suatu penyakit timbul karena tidak seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host) dan lingkungan (environment). Hal itu disebut juga dengan istilah penyebab majemuk (multiple causation of diseases) sebagai lawan dari peiiyebab tunggal (single causation). Beberapa contoh mengenai agens, pejamu dan lingkungan akan diuraikan di bawah ini.

Sumber Penyakit (Agens)
Faktor sumber penyakit dapat dibagi menjadi delapan unsur, yaitu unsur gizi, kimia dari luar, kimia dari dalam, faktor faali/fisiologis, genetik, psikis, tenaga dan kekuatan fisik, dan biologi/parasit.
1. Gizi
Unsur gizi swing diakibatkan oleh defisiensi zat gizi dan beberapa toksin yang dihasilkan oleh beberapa bahan makanan, di samping akibat kelebihan zat gizi. Di bawah ini beberapa penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan dan kelebihan zat gizi tertentu seperti terlihat pada Tabel 1.
2. Kimia dari Luar
Penyakit dapat muncul karena zat kimia dari luar seperti obat-obatan, bahan kimia yang terdapal dalam makanan, penambahan zat aditif dalam makanan yang berlebihan.
3. Kimia dari Dalam
Agens yang berasal dari kimia dari dalam yang dihubungkan dengan metabolisme dalam tubuh seperti sistem hormonal (hormon tiroksin), kelebihan lemak, dan sebagainya.

4. Faktor Faali
Faktor faali dalam kondisi tertentu, seperti pada saat kehamilan, eklampsia pada waktu melahirkan dengan tanda-tanda bengkak atau kejang.
Tabel 1. Penyakit yang Diakibatkan oleh Kekurang an/Kelebihan Zat Gizi
No. Penyakit Penyebab

1. Kurang Energi Protein (KEP) • Kekurangan energi dan protein
2. Anemia gizi • Kekurangan protein, vitamin C, asam folat, vitamin B12, zat best (Fe)
3. Angular stomatitis • Kekurangan riboflavin
4. Keratomalasia • Kekurangan vitamin A
5. Rakhitis • Kekurangan vitamin D
6. Skorbut/sariawan • Kekurangan vitamin C
7. Gondok • Kekurangan yodium.


Kanker hati
• Toksin yang ada dalam makanan seperti aflatoksin pada kacang-kacangan. dll.
9. Beri-beri • Kekurangan vitamin B1
10 Penyakit jantung/hipertensi • Kelebihan lemak/kolesterol

5. Genetis
Beberapa penyakit yang disebabkan karena faktor genetis seperti diabetes mellitus (kencing manis), kepala besar terdapat pada orang mongolid, buta warna, hemofill, dan albino.
6. Faktor Psikis
Faktor psikis yang dapat menimbulkan penyakit adalah tekanan darah tinggi dan tukak lambung yang disebabkan oleh perasaan tegang (stres).
7. Tenaga dan Kekuatan Fisik
Sinar matahari, sinar radioaktif, dan lain-lain merupakan faktor tenaga dan kekuatan fisik yang dapat menimbulkan penyakit.


8. Faktor Biologis dan Parasit
Faktor biologis dan parasit (metazoa, bakteri, jamur) dapat menyebabkan penyak defisiensi gizi atau infeksi.

Pejamu (Host)
Faktor-faktor pejamu yang mempengaruhi kondisi manusia hingga menimbulkan penyakit, terdiri atas faktor genetis, umur, jenis kelamin, kelompok etnik, fisioiogi imunologik, kebiasaan seseorang (kebersihan, makanan, kontak perorangan, peke, jaan, rekreasi, pemanfaatan pelayanan kesehalan). Faktor pejamu yang cukup berpengaruh dalam timbulnya penyakit, khususnya di negara yang sedang berkembar adalah kebiasaan buruk, seperti membuang sampah dan kotoran tidak pada ten patnya, tabu, cara penyimpanan makanan yang kuiang baik, higiene rumah tangga (jendela atau ventilasi, pekarangan) yang kurang mendapat pernatian.

Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan dapat dibagi dalara tiga unsur utama, yaitu:
1. Lingkungan fisik, seperti cuaca atau iklim, tanah, dan air.
2. Lingkungan biologis:
a. Kependudukan: kepadatan penduduk.
b. Tumbuh-tumbuhan: sumber makanan yang dapat mempengaruhi sumber pe¬nyakit.
c. Hewan: sumber makanan, juga dapat sebagai tempat munculnya sumber pe¬nyakit.
3. Lingkungan sosial ekonomi:
a. Pekerjaan: yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia.
b. Urbanisasi: kepadatan penduduk, adanya ketegangan dan tekanan sosial.
c. Perkembangan ekonomi: usaha koperasi di bidang kesehatan dan pendidikan. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibanding dengan golongan ekonomi menengah ke atas. Sebaliknya, pada golongan yang terakhir insidensi penyakit kardiovaskuler cenderung meningkal.
d. Bencana alam; peperangan, banjir, gunung meletus, dan sebagainya.

KONSEP DASAR TIMBULNYA PENYAKIT
Dalam konsep dasar timbulnya penyakit, para ahli berusaha menggambarkan berbagai model. Dewasa ini dikenal tiga model, yaitu:
(1). Segi tiga epidemiologi (the epidemiologic friangle);
(2). Jaring-jaring sebab akibat (the web of causation); dan
(3). Roda (the wheel).

Segi Tiga Epidemiologi
Konsep terjadinya penyakit, menurut konsep segi tiga epidemiologi, adalah kaitan amara pejamu, agens dan lingkungan.

Jaring-Jaring Sebab Akibat
Menurut model ini, suatu penyskit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri, melainkan merupakan serangkaian proses sebab dan akibat, Dengan demikian, timbulnya penyakit dapat dicegah atau diatasi dengan memotong rantai pada berbagai titik. Berdasarkan metode itu, dalam usaha memerangi masalah gizi, kita harus melakukan intervensi berdasarkan penyebab utama dari masalah gizi (root causes of malnutrition). Contohnya di negara berkembang umumnya Filipina dan Indonesia masalah gizi disebabkan oleh faktor sosial ekonomi yang rendah, di samping faktorlain. Konsep jaring-jaring sebab akibat.
Model ini banyak jaga dikembangkan oleh ahli gizi. Dalam Widya Karya Nasional Parian dan Gizi (1979), digambarkan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi serta kaitan satu faktor dengan faktor yang lain.

Roda
Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identiflkasi berbagai faktor yang berperan dalam timbulnnya penyakit dengan Hak menekankan pentingnya agens. Di sini dipentingkan hubungan antara manusia dan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan tiap-tiap lingkungan bergantung pada penyakit yang diderita. Sebagai contoh, peranan lingkungan sosial lebih besar dari pada yang lainnya pada "sorbun". Peranan lingkungan biologis lebih besar dari pada yang lain pada


KONSEP MASALAH GIZI

masalah gizi





Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.

Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja.

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi £inda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh, udah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih.

Di samping masalah tersebut di atas, diduga ada masalah gizi mikro lainnya sepeni defisiensi Zink yang sampai saat ini belum terungkapkan, karena adanya keterbatasan Iptek Gizi, Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP, masih lebih tinggi daripada negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1995 sekitar 35,4% anak balita di Indo­nesia menderita KEP (persen median berat menurut umur <80%).>

MASALAH GIZI DAUVM KAITAN DENGAN PEJAMU, AGENS DAN LINGKUNGAN

Suatu penyakit timbul karena tidak seimbangnya berbagai faktor, baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host) dan lingkungan (environment). Hal itu disebut juga dengan istilah penyebab majemuk (multiple causation of diseases) sebagai lawan dari peiiyebab tunggal (single causation). Beberapa contoh mengenai agens, pejamu dan lingkungan akan diuraikan di bawah ini.

Sumber Penyakit (Agens)

Faktor sumber penyakit dapat dibagi menjadi delapan unsur, yaitu unsur gizi, kimia dari luar, kimia dari dalam, faktor faali/fisiologis, genetik, psikis, tenaga dan kekuatan fisik, dan biologi/parasit.

1. Gizi

Unsur gizi swing diakibatkan oleh defisiensi zat gizi dan beberapa toksin yang dihasilkan oleh beberapa bahan makanan, di samping akibat kelebihan zat gizi. Di bawah ini beberapa penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan dan kelebihan zat gizi tertentu seperti terlihat pada Tabel 1.

2. Kimia dari Luar

Penyakit dapat muncul karena zat kimia dari luar seperti obat-obatan, bahan kimia yang terdapal dalam makanan, penambahan zat aditif dalam makanan yang berlebihan.

3. Kimia dari Dalam

Agens yang berasal dari kimia dari dalam yang dihubungkan dengan metabolisme dalam tubuh seperti sistem hormonal (hormon tiroksin), kelebihan lemak, dan sebagainya.

4. Faktor Faali

Faktor faali dalam kondisi tertentu, seperti pada saat kehamilan, eklampsia pada waktu melahirkan dengan tanda-tanda bengkak atau kejang.

Tabel 1. Penyakit yang Diakibatkan oleh Kekurang an/Kelebihan Zat Gizi

No.


Penyakit


Penyebab

1.


Kurang Energi Protein (KEP)


· Kekurangan energi dan protein

2.


Anemia gizi


· Kekurangan protein, vitamin C, asam folat, vitamin B12, zat best (Fe)

3.


Angular stomatitis


· Kekurangan riboflavin

4.


Keratomalasia


· Kekurangan vitamin A

5.


Rakhitis


· Kekurangan vitamin D

6.


Skorbut/sariawan


· Kekurangan vitamin C

7.


Gondok


· Kekurangan yodium.

8.



Kanker hati



· Toksin yang ada dalam makanan seperti aflatoksin pada kacang-kacangan. dll.

9.


Beri-beri


· Kekurangan vitamin B1

10


Penyakit jantung/hipertensi


· Kelebihan lemak/kolesterol

5. Genetis

Beberapa penyakit yang disebabkan karena faktor genetis seperti diabetes mellitus (kencing manis), kepala besar terdapat pada orang mongolid, buta warna, hemofill, dan albino.

6. Faktor Psikis

Faktor psikis yang dapat menimbulkan penyakit adalah tekanan darah tinggi dan tukak lambung yang disebabkan oleh perasaan tegang (stres).

7. Tenaga dan Kekuatan Fisik

Sinar matahari, sinar radioaktif, dan lain-lain merupakan faktor tenaga dan kekuatan fisik yang dapat menimbulkan penyakit.

8. Faktor Biologis dan Parasit

Faktor biologis dan parasit (metazoa, bakteri, jamur) dapat menyebabkan penyak defisiensi gizi atau infeksi.

Pejamu (Host)

Faktor-faktor pejamu yang mempengaruhi kondisi manusia hingga menimbulkan penyakit, terdiri atas faktor genetis, umur, jenis kelamin, kelompok etnik, fisioiogi imunologik, kebiasaan seseorang (kebersihan, makanan, kontak perorangan, peke, jaan, rekreasi, pemanfaatan pelayanan kesehalan). Faktor pejamu yang cukup berpengaruh dalam timbulnya penyakit, khususnya di negara yang sedang berkembar adalah kebiasaan buruk, seperti membuang sampah dan kotoran tidak pada ten patnya, tabu, cara penyimpanan makanan yang kuiang baik, higiene rumah tangga (jendela atau ventilasi, pekarangan) yang kurang mendapat pernatian.

Lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan dapat dibagi dalara tiga unsur utama, yaitu:

1. Lingkungan fisik, seperti cuaca atau iklim, tanah, dan air.

2. Lingkungan biologis:

a. Kependudukan: kepadatan penduduk.

b. Tumbuh-tumbuhan: sumber makanan yang dapat mempengaruhi sumber pe­nyakit.

c. Hewan: sumber makanan, juga dapat sebagai tempat munculnya sumber pe­nyakit.

3. Lingkungan sosial ekonomi:

a. Pekerjaan: yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia.

b. Urbanisasi: kepadatan penduduk, adanya ketegangan dan tekanan sosial.

c. Perkembangan ekonomi: usaha koperasi di bidang kesehatan dan pendidikan. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibanding dengan golongan ekonomi menengah ke atas. Sebaliknya, pada golongan yang terakhir insidensi penyakit kardiovaskuler cenderung meningkal.

d. Bencana alam; peperangan, banjir, gunung meletus, dan sebagainya.


Kamis, 18 Maret 2010

KONSEP DASAR ILMU GIZI

KONSEP DASAR ILMU GIZI





membahas beberapa bahasan yang berkaitan dengan konsep dasar ilmu gizi antara lain :

1. Beberapa pengertian/ istilah dalam gizi.
2. Sejarah perkembangan ilmu gizi.
3. Ruang lingkup ilmu gizi.
4. Pengelompokan zat gizi menurut kebutuhan.
5. Fungsi zat gizi.

Beberapa Pengertian/ Istilah Dalam Gizi

1. Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh.
2. Zat Gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.
3. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ, serta menghasilkan energi.
4. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
5. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
6. Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah.
7. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab ghidza, yg berarti “makanan”. Ilmu gizi bisa berkaitan dengan makanan dan tubuh manusia.
Dalam bahasa Inggris, food menyatakan makanan, pangan dan bahan makanan.

Pengertian gizi terbagi secara klasik dan masa sekarang yaitu :

1. Secara Klasik : gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (menyediakan energi, membangun, memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh).
2. Sekarang : selain untuk kesehatan, juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas kerja.

Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi

Berdiri tahun 1926, oleh Mary Swartz Rose saat dikukuhkan sebagai profesor ilmu gizi di Universitas Columbia, New York, AS. Pada zaman purba, makanan penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan pada zaman Yunani, tahun 400 SM ada teori Hipocrates yang menyatakan bahwa makanan sebagai panas yang dibutuhkan manusia, artinya manusia butuh makan.

Beberapa penelitian yang menegaskan bahwa ilmu gizi sudah ada sejak dulu, antara lain:

1. Penelitian tentang Pernafasan dan Kalorimetri – Pertama dipelajari oleh Antoine Lavoisier (1743-1794). Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan energi makanan yang meliputi proses pernafasan, oksidasi dan kalorimetri. Kemudian berkembang hingga awal abad 20, adanya penelitian tentang pertukaran energi dan sifat-sifat bahan makanan pokok.
2. Penemuan Mineral – Sejak lama mineral telah diketahui dalam tulang dan gigi. Pada tahun 1808 ditemukan kalsium. Tahun 1808, Boussingault menemukan zat besi sebagai zat esensial. Ringer (1885) dan Locke (1990), menemukan cairan tubuh perlu konsentrasi elektrolit tertentu. Awal abad 20, penelitian Loeb tentang pengaruh konsentrasi garam natrium, kalium dan kalsium klorida terhadap jaringan hidup.
3. Penemuan Vitamin – Awal abad 20, vitamin sudah dikenal. Sejak tahun 1887-1905 muncul penelitian-penelitian dengan makanan yang dimurnikan dan makanan utuh. Dengan hasil: ditemukan suatu zat aktif dalam makanan yang tidak tergolong zat gizi utama dan berperan dalam pencegahan penyakit (Scurvy dan Rickets). Pada tahun 1912, Funk mengusulkan memberi nama vitamine untuk zat tersebut. Tahun 1920, vitamin diganti menjadi vitamine dan diakui sebagai zat esensial.
4. Penelitian Tingkat Molekular dan Selular – Penelitian ini dimulai tahun 1955, dan diperoleh pengertian tentang struktur sel yang rumit serta peranan kompleks dan vital zat gizi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel. Setelah tahun 1960, penelitian bergeser dari zat-zat gizi esensial ke inter relationship antara zat-zat gizi, peranan biologik spesifik, penetapan kebutuhan zat gizi manusia dan pengolahan makanan thdp kandungan zat gizi.
5. Keadaan Sekarang – Muncul konsep-konsep baru antara lain: pengaruh keturunan terhadap kebutuhan gizi; pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi. Pada bidang teknologi pangan ditemukan : cara mengolah makanan bergizi, fortifikasi bahan pangan dengan zat-zat gizi esensial, pemanfaatan sifat struktural bahan pangan, dsb. FAO dan WHO mengeluarkan Codex Alimentaris (peraturan food labeling dan batas keracunan).

Ruang Lingkup Ilmu Gizi

Ruang lingkup cukup luas, dimulai dari cara produksi pangan, perubahan pascapanen (penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan, konsumsi makanan serta cara pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan sakit).
Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia, faal, biologi molekular dan kedokteran.
Informasi gizi yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga dan masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga.
Perkembangan gizi klinis :

* Anamnesis dan pengkajian status nutrisi pasien.
* Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan defisiensi zat besi.
* Pemeriksaan antropometris dan tindak lanjut terahdap gangguannya.
* Pemeriksaan radiologi dan tes laboratorium dengan status nutrisi pasien.
* Suplementasi oral, enteral dan parenteral.
* Interaksi timbal balik antara nutrien dan obat-obatan.
* Bahan tambahan makanan (pewarna, penyedap dan sejenis serta bahan-bahan kontaminan).

Pengelompokan Zat Gizi Menurut Kebutuhan
Terbagi dalam dua golongan besar yaitu makronutrien dan mikronutrien.

Makronutrien

Komponen terbesar dari susunan diet, berfungsi untuk menyuplai energi dan zat-zat esensial (pertumbuhan sel/ jaringan), pemeliharaan aktivitas tubuh. Karbohodrat (hidrat arang), lemak, protein, makromineral dan air.

Mikronutrien

Golongan mikronutrien terdiri dari :

1. Karbohidrat – Glukosa; serat.
2. Lemak/ lipida – Asam linoleat (omega-6); asam linolenat (omega-3).
3. Protein – Asam-asam amino; leusin; isoleusin; lisin; metionin; fenilalanin; treonin; valin; histidin; nitrogen nonesensial.
4. Mineral – Kalsium; fosfor; natrium; kalium; sulfur; klor; magnesium; zat besi; selenium; seng; mangan; tembaga; kobalt; iodium; krom fluor; timah; nikel; silikon, arsen, boron; vanadium, molibden.
5. Vitamin – Vitamin A (retinol); vitamin D (kolekalsiferol); vitamin E (tokoferol); vitamin K; tiamin; riboflavin; niaclin; biotin; folasin/folat; vitamin B6; vitamin B12; asam pantotenat; vitamin C.
6. Air

Fungsi Zat Gizi

1. Memberi energi (zat pembakar) – Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
2. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) – Protein, mineral dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan menganti sel yang rusak.
3. Mengatur proses tubuh (zat pengatur) – Protein, mineral, air dan vitamin. Protein bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel,bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal sarafdan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ ekskresi dan lain-lain proses tubuh.

Referensi
Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
Francin, P. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. EGC, Jakarta, 2005.
Moehji, S. Ilmu Gizi. Jilid I. Bhatara Karya Pustaka, Jakarta, 1982.
Supariasa, I. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta, 2002.


ASKEP IBU HAMIL DGN PENYAKIT JANTUNG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL
DENGAN PENYAKIT JANTUNG DAN HIPERTENSI







A. KONSEP DASAR
1. Penyakit jantung
Keperluan jani yang sedang tumbuh akan oksigen san zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih keras. Oleh krena it di dalam kehamilan selalu terjadi perubahan-perubahan pada system kardiovaskular yang biasanya masih dalam batas-batas fisiologis.
Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh :
a. Hipervolumia : dimulai sejak kehamilan 28 minggu dan mencapai puncak pada 28-32 minggu, lalu menetap.
b. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh pembesaran rahim.

Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung. Saat-saat yang berbahaya bagi penderita adalah :
a. Pada kehamilan 32-36 minggu dimana volume darah mencapai puncaknya.
b. Pada kala II wanita mengerahkan tenaganya untuk mengedan dan memerlukan tenaga jantung yang erat.
c. Pada post partum,dimana darah dari ruang internilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk dalam sirkulasi darah ibu.
d. Pada masa nifas, karena kemungkinan adanya infeksi.

Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan :
a. Dapat terjadi abortus
b. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan.
c. Dismaturitis : lahir cukup bulan namun dengan berat badan rendah.
d. Lahir dengan apgar rendah atau lahir mati.
e. Kematian jani dalam lahir ( KJDL )
Klasifiksi penyakit jantung dalam kehamilan :
- Kelas 1 :
a. Tanpa pembatasan gerak fisik.
b. Tanpa gejala pada kegiatan biasa
- Kelas II :
a. Sedikit dibatasi kegiatan fsiknya
b. Waktu istirahat tidak ada keluhan
c. Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insulfisiensi jantung.
d. Gejalanya adalah lelah, palpitalis, sesak nafas, dan nyeri dada ( angin pectoris ).
- Kelas III :
a. Kegiatan fisik sangat dibatasi
b. Waktu istirahat tidak ada keluhan
c. Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung.
- Kelas IV :
a. Waktu istirahat dapat menimbulkan keluhan insufisiensi jantung, apalagi kerja fisik.
Kira-kira 80 % penderita adalah kelas I dan II dan kehamilan dapat meningkatkan kelas tersebut menjadi III atau IV, Faktor-faktor yang dapat pula mempengaruhi adalah umur, anemia, adanya aritmia jantung, dan hipertropi ventrikuler dan erhan sakit jantung.

2. Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan berarti bahwa wanita telah menderita hipertensi sebelum hamil, disebut juga sebagai pre eklamasi tidak murni seperti mposed preeklamsia bia diserta pula dengan proteinnuria dan edemia.
Penyebab utama hipertensi dalam kehamilan adalah :
a. hipertensi esensial
b. Penyakit ginjal
Menurut Sims ( 1970 ) penyakit hipertensi dan penyakit ginjal yang dengan hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Penyakit hipertensi
a. Hipertensi esensial : ringan, sedang, berat, ganas( progresif )
b. Hipertensi renovaskuler ( penyakit pembulu darah ginjal )
c. Kartisio aorta
d. Aldosteronisme primer
e. Feokromositoma
2. Penyakit ginjal dan saluran kencing
a. Glomerulonefritis ( mendadak, menahun, sindomaneftrotik )
b. Pielonefritis ( mendadak, menahun, )
c. Lupus eritmatusus, dengan glomerulitis, dengan glomerulonefritis
d. Skelodermo dengan kelainan ginjal
e. Pariarteritis nodosa dengan kelainan ginjal
f. Gagal ginjal mendadak
g. Penyakit polikistik
h. Nefropatia diabetic
a. Hipertensi esensial
Adalah penyakit hipertnsi yang mungkin disebabkan faktor heriditer dan dipengaruhi oleh faktor emosi dan lingkungan. Wanita hamil dengan hipertensi tidak menunjukkan gejala-gejala lain kecuali hipertensi. Terbanyak dijupai adalah hipertensi jinak dengan tensi sekitar 140/90 sapai 160/100 mmHg. Jarang berubah menjadi ganas secara mendadak sampai sistolik 200 atau lebih. Gejala-gejala seperti kelainan kantung, arteriskelorosis, perdarahan otak dan penyakit ginjal baru timbul setelah dalam waktu lama dan penyakit terus berlanjut.
1) Kehamilan dengan hipertensi esensial akan berlangsung normal sampai aterme.
2) Pada kehamilan setelah 30 minggu 30 % adakan menunjukkan kenaikan tekanan darah namun tanpa gejala.
3) Kira-kira 20 % akan menunjukkan kenaikan tekanan darh yang mencolok, bisa disertai dengan proteinnuria dan edema ( preeklamsia tidak murni ) dengan keluhan : sakit kepala, nyeri epigastrium, nyeri muntah, dan gangguan penglihatan ( visus ).
b. Penyakit ginjal hipertensi
Penyakit ginjal dengan gejala hipertensi dan dapat dijumpai pada wanita hamil adalah :
- Glomerulonefritis akut dan kronik
- Pielonefritis akut dan kronik
Pemeriksaan :
- Pemeriksaan urine lengkap dan faal ginjal
- Pemeriksaan retina
- Pemeriksaan umum tekanan darah dan nadi
- Kuantitatif albumin air kencing ( urin )
- Darah lengkap dan ureum berdarah
- Dll

B. Etiologi
1. Penyakit jantung
- Hipervolumia
- Pembesaran rahim
- Demam rematik
2. Hipertensi
- Hipertensi esensial
- Hipertensi ginjal

C. Tanda dan gejala
1. Penyakit jantung
- Aritmia
- Pembesaran jantung
- Mudah lelah
- Dispenea
- Nadi tidak teratur
- Edema pulmonal
- Sianosis
2. Hipertensi
- Edema
- Nyeri kepala
- Nyeri epigastrium
- Muntah
- Gangguan visus ( superimposed pre exlamsia )

D. Penatalaksanaan
1. Penyakit jantung
Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam kehamilan tergantung pada gerajat fungsionalnya :
- Kelas I : tidak ada pengobatan tambahan yang dibutuhkan.
- Kelas II : Biasanya tidak memerlukan terapi tambahan. Kurangi kerja fisik
terutama antara kehamilan28-36 minggu.
- Kelas III : Memerlukan digitalisasi atau obat lainnya. Sebaiknya dirawat di RS
sejak kehamilan 28 – 30 minggu.
- kelas IV : Harus dirawat di RS dan dinerikan pengobatan bekerjasama dengan
kardiolog.

2. Hipertensi
a. Hipertensi esensial
- Istirahat
- Pengawasan pertumbuhan janin
- Obat penenang ( solusio charcot, diazepam, romatozin, phenobarbital ).
- Obat hipotensif
- Pengakhiran kehamilan ( dilakukan apabila terjadi upper imposed pre axlamsia, hipertensi ganas )
b. Penyakit ginjal
- Istirahat.
- Diit rendah garam
- Diberikan obat hiptensif ( apabila tekanan darah sangat tinggi )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL
DENGAN HIPERTENSI DAN PENYAKIT JANTUNG

1. Pengkajian data Dasar
a. Aktifasi dan istirahat
- Ketidakmampuan melakukan aktifitas normal
- Dispenia nocturnal karena pengerahan tenaga
b. Sirkulasi
- Takikardia, palpitasi, disritmia
- Riwayat penyakit jantung congenital dan demam reuna
- Perubahan poksisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan
uterus.
- Dapat mengalami pembesaran jantungdan murmur diastolic dan pristolik kontinu
- Peningkatan tekanan darah
- Clubbing dan sianosis
- Nadi mungkin menurun
- Dapat mengalami memar spontan, perdarahan lama, dan trobositopenia.
- Riwayat hipertensi kronis
c. Eliminasi
Menurunnya keluaran urine
d. Makanan dan cairan
- Obesitas
- Mual dan muntah
- Malnutrisi
- Diabetes melitus
- Dapat mengalami edemia ekstrimitas bawah
e. Nyeri dan rasa nyaman
Dapat mengeluh nyeri dada dengan tanpa paktivitas

f. Pernafasan
- Pernafasan mungkin kurang dari 14 x / menit
- Krekle
- Hemoptisis
- Takipnea
- Dispnea
- Ortopnea
g. Kemanan
Infeksi streptokokus berulang
h. Pemeriksaan disgnostic
- SDP ( sel darah putih )
- Hb dan HT ( hemoglobin dan memoktorit )
- GDA ( gas darah arteri )
- LED ( laju endap darah
- EKG ( Elektrodiograf )
- Echokardiograf
- Pencitraan jantung radionukleutida
- Amniosentris
- Seri ultrasonografi
- Tes presor supnie
- Kratinin serum
- Urine lengkaptes
- Strees kontraksi
- Tes cairan amniotikultrasonografi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pada ibu hamil dengan penyakit jantung :
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan volume sirkulasi, disritmia, perubahan kontratiktilitas miokard, dan perubahan inotropik pada jantung.
2. Kelebihan volum cairan berhubungan dengan peningkatan volum sirkulasi, perubahan faal ginjal, intake cairan yang berlebihan.
3. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan volume sirkulasi.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer dan skunder, penyakit/kondisi kronis, ruang pengetahuan tentang proses infeksi.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan cardiac output.
6. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) berhubungan dengan kurangnnya informasi dan interpretasi yang salah.

b. Diagnosa keperawatan pada ibu hamil dengan hipertensi :
1. Kurangnnya volume cairan ( kegagalan regulasi ) berhubungan dengan kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotic koloid pasma, perpindahan cairan keluar intravaskuler.
2. Penurunan curak antung berhubungan dengan hipovolumia, penurunan aliran balik vena, peningkatan tahanan aliran darah sistemik.
3. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolumia.
4. Resiko cedera berhubungan dengan edema / hipoksia jaringan, kejang, abnormallitas factor pembekuan.
5. Nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan inadekuat intake nutrisi.
6. Kurangnya pengetahuan ( kebutuhan belajar berhubungan dengan kurangnya informasi dan pemahaman tentang proses penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi.
Bandung : Elstar Offset.
Doenges E, Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC
Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I.
Jakarta : EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka
Chamberlain, Geofferey. 1994. Obstetrik dan Ginekologi Praktis. Jakarta : Widya Medika
Ledewig. W. Patricia. 2005. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir.
Jakarta :EGC
Manumba, Ida Bagus. 1993. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi
Jakarta : EGC
Oxorn, Harry. 1990. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan . Yayasan
Esentia Medika
Heller, Luz 1991. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta : EGC


ASKEP EPILEPSI

EPILEPSI





ASKEP EPILEPSI

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)

B. Etiologi

Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. kelainan pembuluh darah

(Tarwoto, 2007)

C. Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

D. Manifestasi klinik

1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

E. Klasifikasi kejang

1. Kejang Parsial
1. Parsial Sederhana

Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran Misal: hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak Dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman

1. Parsial Kompleks

Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif, afektif, psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat

1. Kejang Umum (grandmal)

Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:

1. Kejang Tonik-Klonik
2. Kejang Tonik
3. Kejang Klonik
4. Kejang Atonik
5. Kejang Myoklonik
6. Spasme kelumpuhan
7. Tidak ada kejang
8. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.

F.Pemeriksaan diagnostik

1. CT Scan

Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral

1. Elektroensefalogram(EEG)

Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan

1. Magnetik resonance imaging (MRI)
2. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

G. Penatalaksanaan

1. Dilakukan secara manual, juga diarahkan untuk mencegah terjadinya kejang
2. Farmakoterapi

Anti kovulsion untuk mengontrol kejang

1. Pembedahan

Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler

1. Jenis obat yang sering digunakan
1. Phenobarbital (luminal).

Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.

1. Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

1. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

* Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
* Tak berhasiat terhadap petit mal.
* Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.

1. Carbamazine (tegretol).

* Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
* Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.
* Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguanfungsi hati.

1. Diazepam.

* Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
* Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.

1. Nitrazepam (Inogadon).

Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.

1. Ethosuximide (zarontine).

Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

1. Na-valproat (dopakene)

* Obat pilihan kedua pada petit mal
* Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
* Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
* Efek samping mual, muntah, anorexia

1. Acetazolamide (diamox).

* Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
* Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

1. ACTH

Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

ASUHAN KEPERAWTAN

I.Pengkajian

1. Riwayat kesehatan
1. Riwayat keluarga dengan kejang
2. Riwayat kejang demam
3. Tumor intrakranial
4. Trauma kepal terbuka, stroke
5. Riwayat kejang
1. Berapa sering terjadi kejang
2. Gambaran kejang seperti apa
3. Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
4. Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
5. Riwayat penggunaan obat
1. Nama obat yang dipakai
2. Dosis obat
3. Berapa kali penggunaan obat
4. Kapan putus obat
5. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
2. Abnormal posisi mata
3. Perubahan pupil
4. Gerakan motorik
5. Tingkah laku setelah kejang
6. Apnea
7. Cyanosis
8. Saliva banyak
9. Psikososial
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pekerjaan
4. Peran dalam keluarga
5. Strategi koping yang digunakan
6. Gaya hidup dan dukungan yang ada
7. Pengetahuan pasien dan keluarga
1. Kondisi penyakit dan pengobatan
2. Kondisi kronik
3. Kemampuan membaca dan belajar
4. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
2. Radiologi

II. Diagnosa keperawatan

1. Resiko injury b/d aktivitas kejang
2. Resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi
3. Cemas b/d terjadinya kejang
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan

III. Intervensi keperawatan

1. Dx: resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi

Intervensi:

Mandiri

1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/abdomen.
4. Masukkan spatel lidah atau gulugan benda lunak sesuai dengan indiksi.
5. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.

Kolaborasi

1. Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan pada fase posiktal.
2. Siapkan untukmelakukan intubasi, jika ada indikasi

2. Dx: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan

Mandiri

1. Jelaskan kembali mengenai patofisiologi/ prognosis penyakit dan perlunya pengobata/penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai indikasi.
2. Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurasi dosis.
3. Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat bersamaan dengan waktu makan, jika memungkinkan.
4. Diskusikan mengenai efek samping secara khusus, seperi mengantuk, hiperaktif, gangguan tidur, hipertrofi pada gusi, gangguan penglihatan, mual/muntah, ruam pada kulit, sinkope/ataksia, kelahiran yang terganggu dan anemia aplastik.
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan semacam gelang identifikasi/semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa pasien adalah penderita epilepsi.
6. Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi yang teratur/melakukan pemeriksaan laboratorium yang teratur sesuai dengan indikasi, seperti darah lengkap harus diperiksa minimal dua kali dalam satu tahun dan munculnya sakit tenggorok atau demam.
7. Bicarakan kembali kemungkinan efek dari perubahan hormonal
8. Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya, alkohol, kefein dan obaat yang dapat menstimulasi kejang.
9. Tinjau kembali pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi teratur.
10. Identifikasi perlunya penerimaan terhadap keterbatasan yang dimiliki, diskusikan tindakan keamanan yang diperhatikan saat mengemudi, menggunakan alat mekanik, panjat tebing, berenang, hobi dan sejenisnya


ASKEP PRE DAN POST MATUR KEHAMILAN

PREMATUR KEHAMILAN






PREMATUR KEHAMILAN

DEFINISI

Ø Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).

Ø Bayi prematur adalah Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran.

Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.

ETIOLOGI

Mengenai penyebab belum banyak yang di ketahui :
1. Eastman = kausa prematur 61,9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui)
2. Greenhill = kausa premature 60 % kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
3. Holmer = sebagian besar tidak di ketahui.( Mochtar , 1998 : 219 )

Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat diklasifikasikan secara rinci sebagai berikut :Menurut Manuaba (1998 : 221)
1.Kondisi umum
2. Keadaan sosial ekonomi rendah
3. Kurang gizi
4. Anemia.
5. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/ hari.
6. Umur hamil terlalu muda kurang dari atau terlalu tua di atas 35 tahun.
7. Penyakit ibu yang menyertai kehamilan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruption placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
8. Penyulit kebidanan

9.Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi

10. Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine

Perkembangan dan keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan preterm diantaranya:
1. Kehamilan dengan hidramnion, ganda, pre-eklampsia.
2. Kehamilan dengan perdarahan antepartum pada solusio plasenta, plasenta previa, pecahnya sinus marginalis.
3. Kehamilan dengan ketuban pecah dini: terjadi gawat janin, temperatur tinggi.
4. Kelainan anatomi rahim
5. Keadaan rahim yang sering menimbulkan kontraksi dini : Serviks inkompeten karena kondisi serviks, amputasi serviks.
6. Kelainan kongenital rahim:
7. Infeksi pada vagina aseden (naik) menjadi amnionitis

Sedangkan menurut Mochtar (1998 : 220), faktor yang mempengaruhi Prematuritas adalah sebagai berikut:
1. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi
2. Bakteriura (infeksi saluran kencing )
3. BB ibu sebelum hamil, dan sewaktu hamil
4. Kawin dan tidak kawin: Tak syah 15 % prematur; kawin sah 13 %prematur
5. Prenatal ( antenantal ) care
6. Anemia, penyakit jantung
7. Jarak antara persalinan yang terlalu rapat
8. Pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil berat
9. Keadaan dimana bayi terpaksa dilahirkan prematur, misalnya pada plasenta praevia, toksemia gravidarum, solusio plasentae, atau kehamilan ganda

GEJALA

Gambaran fisik bayi prematur:

 Ukuran kecil

 Berat badan lahir rendah (kurang dari 2,5 kg)

 Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya)

 Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)

 Lemak bawah kulitnya sedikit sehingga kulitnya tampak keriput

 Rambut yang jarang

 Telinga tipis dan lembek

 Tangisannya lemah

 Kepala relatif besar

 Jaringan payudara belum berkembang

 Otot lemah dan aktivitas fisiknya sedikit (seorang bayi prematur cenderung belum memiliki garis tangan atau kaki seperti pada bayi cukup bulan)

 Refleks menghisap dan refleks menelan yang buruk

 Pernafasan yang tidak teratur

 Kantung zakar kecil dan lipatannya sedikit ( anak laki – laki )

 Labia mayora belum menutupi labia minora ( pada anak perempuan).

Kondisi Yang Menimbulkan Kontraksi
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi prostaglandin :
1. Kelainan Bawaan Uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus yang ada.
2. Ketuban Pecah Dini
3. Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, Hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain, infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan ketuban pecah.
4. Serviks Inkompeten
5. Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm , riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dapat terjadinya inkompeten. Mc Donald menemukan 59 % pasiennya pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8 % mengalami konisasi, Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
6. Kehamilan Ganda
7. Sebanyak 10 % pasien dengan persalinan preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda mempuyai panjang usia gestasi yang lebih pendek.( Wiknjosastro et. al., 2002 : 313 )

Penanganan Persalinan Preterm
Penanganan Umum
1. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
2. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip Penanganan.
1. Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan atau.
2. Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
( Saifuddin et.al., 2002 : 302 ).

Kelahiran Prematur
Kelahiran harus dilaksanakan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat.
Oksigen diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran.
Ketuban tidak boleh dipecahkan secara artifisial.
Kantongv ketuban berguna sebagai bantal bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar.
Episiotomi mengurangi tekananv pada cranium bayi.
Forceps rendah dapat membantu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala bayi lewat perineum. Kami lebih menyukai kelahiran spontan kalau keadaannya memungkinkan.
Ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada kelahiran prematur adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relatif besar.
Kelahiran presipitatus dan yangv tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur.
Seorang ahli neonatus harus hadir pada saat kelahiran.( Oxorn, 2003 : 588 ).
Pencegahan Persalinan Preterm
Secara teknis kebidanan persalinan preterm dapat dicegah melalui hal – hal sebagai berikut :
Hal – hal yang dapat dicegah
1. Menurunkan atau mengobati
Anak terlalu rapat dicegah dengan kontrasepsi.
2. Pekerjaan sewaktu harus diistirahatkan dan jangan terlalu berat.
3. Bila dijumpai partus prematurus habitualis diperiksa WR dan VDRL bila hamil banyak istirahat atau dirawat.

Hal – hal yang tidak dapat dicegah ;
1. Kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
2. Vaktor Ovum.
3. Tempat insersi plasenta.
4. Insersi tali pusat.
5. Plasenta previa.
6. Congenital anomaly.
7. Hamil ganda.
8. Suku bangsa.

9. Hidrorea / Hydrorrhoe (pengeluaran cairan dari vagina selama kehamilan) ( Mochtar, 1998 : 220 ).

ASKEP PREMATUR KEHAMILAN

Pengkajian
1.Riwayat kehamilan
2.Status bayi baru lahir

3.Pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi :
- Kardiovaskular
- Gastrointestinal
- Integumen
- Muskuloskeletal
- Neurologik
- Pulmonary
- Renal
- Reproduksi


4.Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah

DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.

POAT MATUR KEHAMILAN

A . Pengertian

Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.

Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.

Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)

Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat relatif.

B . Etiologi

Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum

C. Prognosis

Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.

Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.

Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)

Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.

Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
· Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
· Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.

D . Pemeriksaan Penunjang

1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.

2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.

3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.

4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.

5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu

6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.

7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase

8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.

9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin

10. Pemeriksaan pH darah kepala janin

11. Pemeriksaan sitoloi vagina

E . Penatalaksanaan Medis

Ø Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.

Ø Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia kehamilan.

Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi maslaah ini.

Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.

Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.

Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin makrosomia.

Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.

Ø Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.

Ø Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.

Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi uterus.

Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam penelitian,

Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin.

Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan ( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.

· Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)

b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)

3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan per oral.

· Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban

Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.

2. Amniotomi

Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi ini.

3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.

Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.

4. Minyak jarak

Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.

5. Kateter forey atau Kateter balon.

Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat efektif.

6. Aktifitas seksual.

Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan kehamilan lewat bulan.


F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan

Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :

1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.

2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.

3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium (kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan intubasi dan pembilasan trakhea.


G. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;

-hipovolemia

- asidosis

-sindrom gawat napas

-hipoglikemia

-hipofungsi adrenal.

ASUHAN KEPERWATAN

I. Dx PostMatur Kehamilan

- Ansietas b/d proses kelahiran lama

- Nyeri b/d operasi sectio caesarea

- Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant

II Dx Bayi Postmatur

} Kerusakan integritas kulit b/d maserasi

} Sianosis b/d mekonium telah bercampur air ketuban

} Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia:

-hipovolemia

- asidosis

-sindrom gawat napas

-hipoglikemia

-hipofungsi adrenal.

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta. Arcan